Selasa, 17 April 2012

Konsep Pembangunan



KONSEP PEMBANGUNAN





A. Tinjauan Etimologik
            Istilah pembangunan berasal dari kata bangun, diberi awalan pem- dan akhiran -an guna menunjukkan perihal membangun. Kata bangun setidak-tidaknya mengandung empat arti. Pertama, bangun dalam arti sadar atau siuman, seperti dalam bait lagu Indonesia Raya: "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya ... " kedua, dalam arti bangkit atau berdiri. Ketiga, bangun dalam arti bentuk, dahulu Ilmu Ukur disebut Ilmu Bangun. Dalam kalimat: "bangunnya persegi panjang," bangun berarti bentuk. Keempat, bangun dalam arti kata kerja membuat, mendirikan, atau membina. Dilihat dari sudut etimologik ini, konsep pern­bangunan meliputi keempat arti tersebut. Pembangunan meliputi segi anatomik (bentuk); fisiologik (kehidupan), dan behavioral (prilaku).

B. Tinjauan Ensiklopedik
Kata pembangunan telah menjadi bahasa dunia. Hasrat bangsa-bangsa untuk. mengejar bahkan memburu masa depan yang lebih baik menurut kondisi dan cara masing-masing, melahlirkan berbagai konsep yang berkaitan dengan konsep pem­bangunan. Konsep itu antara lain pertumbuhan (growth), rekon­struksi (reconstruction), modernisasi (modernization), wes­ternisasi (westernization), perubahan sosial (sosial change), pembebasan (liberation), pembaharuan (innovation), pembangunan bangsa (nation building), pembangunan nasional (natio­nal development), pembangunan (development), pengembang­an, dan pembinaan.

C. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah konsep Ilmu Ekonomi. Lengkapnya pertumbuhan ekonomi. Menurut Thirlwall dalam Growth and Development (1974, 23), pertumbuhan berarti kenaikan pen­dapatan nasional nyata dalam jangka waktu tertentu. Dalam The Stages of Economic Growth (1960), Rostow memben­tangkan teorinya tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi. Tidak seperti Marxisme yang mengajarkan bahwa masyarakat sosialistik atau komunistik merupakan akhir dan puncak per­tumbuhan ekonomi, Rostow berpendapat bahwa kapitalisme majulah tahap tertinggi pertumbuhan ekonomi. Ada lima tahap utama pertumbuhan :
  1. Masyarakat tradisional. Ciri khas masyarakat ini ialah ke­terikatan mereka pada lingkungan dan sistem kemasyara­katan bersifat feodal.
  2. Tahap transisional. Dalam masyarakat peralihan ini lahir kelas menengah yang menguasai bisnis-perdagangan. Di samping itu muncul aktivitas sosial baru di bidang tran­sportasi dan modernisasi pertanian. Dalam tahap ini fase tinggallandas dipersiapkan.
  3. Tahap tinggal landas. Tahap ini ditandai oleh peningkatan investasi dan pendapatan nyata masyarakat. Pada tahap ini terjadi perubahan mendasar di bidang industri; antara lain meluasnya peranan sektor industri unggul.
  4. Tahap pemantapan (pendewasaan). Pada tahap ini diguna­kan teknologi tinggi. Sektor industri mempengaruhi sektor-sektor lainnya. Tumbuhnya managemen profesional.
  5. Tahap konsumsi massa tinggi. Tahap ini ditandai oleh kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Masyarakat konsumsi tinggi merupakan masyarakat yang secara teknik-teknologikal sudah matang dan dewasa.

Faktor apakah yang mendorong pertumbuhan ekonomi? Michael Todaro dalam Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (1983, 140) menyebut tiga faktor pertumbuhan ekonomi:
1. Akumulasi feodal termasuk semua investasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumberdaya manusia.
2. Perkembangan penduduk dalam arti peningkatan tenaga kerja, baik kuantitas, maupun kualitas.
3. Kemajuan teknologi, yaitu hasil cara baru yang telah diper­baiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.  

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari beberapa indikator (Todaro, 1983, 150 dyb):   
Tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita. Jika penda­patan suatu masyarakat melebihi jumlah penduduk, pen­dapatan per kapita juga meningkat.
·         Tingkat pertumbuhan produktivitas. Tingkat produktivistas antara lain ditunjukkan oleh sejauh mana tingkat efi­siensi kerja ekonomi masyarakat yang bersangkutan.
·         Tingkat transforrnasi struktur ekonomi, misalnya eko­nomi barter ke ekonomi uang, perubahan dari usaha rumah tangga ke perusahaan raksasa.
·         Tingkat transformasi sosial, politik dan ideologi, yaitu per­ubahan dan pemantapan sistem sosial, politik dan ideologi nasional.
·         Jangkauan ekonomi internasional, yaitu sejauh mana pe­ngaruh ekonomi nasional negara yang bersangkutan ter­hadap ekonomi intemasional.

Salah satu keberatan terhadap konsep pembangunan dalam arti pertumbuhan ekonomi (saja) ialah kemungkinan terjadinya pertumbuhan ekonomi tanpa didukung oleh perubahan sosial, sehingga pada suatu saat terjadi stagflasi (Thirlwall, 1974, 23). Tanpa adanya dukungan perubahan sosial, pertumbuhan ekono­mi dapat membawa dampak negatif terhadap bidang sosial, misalnya pengangguran, dehumanisasi dan sebagainya (Ponsioen,368, 21). Pertumbuhan ekonomi jika tidak diikuti oleh kem­ampuan dan ketahanan sosial adalah ibarat bayi, walaupun subur dan bobotnya meningkat cepat, ia tetap bayi, tidak ber­kemampuan (Bryant dan White, 1982, 15).

D. Rekonstruksi
Konsep rekonstruksi ekonomi atau pemulihan ekonomi dak begitu populer. Upaya ini tidak ditujukan pada pening­atan pertumbuhan ekonomi secara luas, melainkan lebih di­titikberatkan pada upaya membangun kembali perekonomian suatu negara. Konsep ini dikenakan pada negara-negara sekutu yang terlibat dalam Perang Dunia Kedua, terutama yang kalah perang, seperti Jerman Barat dan Italia, dan tidak pada dunia ketiga. Salah satu program terkenal di bidang rekonstruksi ini adalah Rencana Marshall (marshall plan), Jenderal George Catlett Marshall adalah Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf Arnerika Serikat dalam Perang Dunia II, kemudian diangkat menjadi menteri luar negeri (1947-1949). Dalam kedudukannya ini ia meran­cang Rencana Marshall. Ia berpendapat bahwa kemiskinan dan kekacauan ekonomi di berbagai negara di Eropa sebagai akibat perang, merupakan bahaya bagi stabilisasi politik di negara-negara tersebut. Kekalutan ekonomi mudah dijadikan tanah subur bagi dan dapat mengundang bahaya komunisme. Untuk meng­atasi hal ini dianjurkannya kepada negara-negara itu untuk ber­satu menyusun bersama sebuah rencana pembangunan ekono­mi untuk Eropa Barat (European Recovery Program). Menurut Edgar Owens dan Robert Shaw dalam Pembangunan Ditinjau Kembali (1980), Rencana Marshall merupakan upaya untuk menegakkan kembali Eropa dari kehancuran akibat Perang Dunia II.

E. Modernisasi
Modernisasi merupakan istilah popular. Reinhard Bendix dalam Willard A. Beling dan George O.Totten, Modernisasi, Masalah Model Pembangunan (1970) menjelaskan bahwa modernisasi adalah salah satu. bentuk perubahan sosial yang berasal dari revolusi lndustri di Inggris (1760-1830) dan revolusi politik di Prancis (1789-1794). Aspek yang paling menonjol dalam proses modernisasi adalah perubahan teknik industri dari cara­-cara tradisional ke cara-cara modern yang dihasilkan oleh Revolusi lndustri. Seperti diketahui, revolusi industri didukung oleh penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan, seperti penemuan mesin uap oleh James Watt (1769). Itulah sebabnya; J. W. Schoor dalam Modernisasi (1980) memberi definisi modernisasi sebagai penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas, semua bidang kehidupan, atau semua aspek-aspek masyarakat. Pendapat Schoor! ini tidak banyak ber­beda dari definisi Syed Hussein Alatas jauh sebelumnya (Hans Dieter Evers, ed., 1973, 154), yaitu:

Modernization is the process by which modem scientific knowledge covering all aspects of human life is introduced at varying degree, first in the Western civilization, and latter diffused to the non-Western world, by different methods and groups with the ultimate purpose of achie­ving a better and more satisfactory life in the broadest sense of the term, as accepted by the society concerned (modernisasi adalah proses penerapan ilmu pengetahuan yang meliputi semua segi kehidupan manusia pada tingkat yang berbeda·beda; partama di dunia Barat, kemudian ber· baur di dalam sisa dunia lainnya melalui berbagai cara dan kelompok dengan tujuan utama untuk mencapai taraf ke­hidupan yang lebih baik dan lebih nyaman dalam arti se­luas-luasnya, sepanjang dapat diterima' oleh masyarakat yang bersangkutan).

Dalam uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pro­ses modernisasi terdapat di mana-mana, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Modernitas diukur dengan sejauh mana bangsa yang bersangkutan menerapkan IImu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab.

Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa tidak semua per­ubahan sosial merupakan modernisasi. Banyak perubahan tidak ada sangkut-pautnya dengan modemisasi, misalnya perubahan mode. Bahkan ada perubahan yang dianggap menjauhi modernisasi, misalnya penggunaan teknologi tradisional.

Karena modernisasi berasal dari dunia Barat, timbul kesan seolah-olah modernisasi identik dengan proses pembaratan ke­hidupan masyarakat (westernisasi). Hal ini yang seringkali merintangi gerak modernisasi di Dunia Ketiga. Padahal tidaklah seharusnya demikian. Tetapi bagaimanapun juga, modernisasi berkaitan erat dengan perubahan sosial; di satu pihak perubahan sikap masyarakat diperlukan sebagai prasyarat bagi kelancaran proses modernisasi, dan pada pihak lain perubahan sosial merupakan produk proses modernisasi. Hal ini akan di­singgung dalam pembicaraan mengenai perubahan sosial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar